Tuesday 9 September 2008

Tunggun Karang

Sebagaimana lazimnya setiap rumah dari penduduk Bali yang beragama Hindu, semiskin-miskinnya mereka akan berusaha memiliki tempat sembahyang yang disebut sanggah atau pemerajan dan bangunan penjaga rumah secara spiritual yang disebut Tunggun Karang. Bagi umat hindu di Bali, Tunggun Karang ini merupakan hal yang sangat penting fungsinya untuk menjaga keselamatan seluruh isi rumah dari kekuatan-kekuatan secara mgis maupun dari pencuri atau orang yang berkemauan tidak baik secara fisik.
Letak Tunggun Karang sebaiknya di sebelah barat laut pekarangan rumah yaitu sudut barat laut pekarangan. Yang berkedudukan di sana adalah Bhatara Kala. Di dalam bahasa Sansekerta Kala berarti energi, dan juga berarti waktu. Maka dalam kaitan Tunggun Karang Kala ini lebih dekat dengan arti energi, yaitu kekuatan yang menjaga keselamatan seluruh keluarga. Dalam mitologinya disebutkan Bhatara Kala yang selalu merusak dan mengambil korban berupa bencana, oleh Bhatara Siwa dibuat menjadi somia, yaitu jinak dan tenang dan kemudian diperintahkan agar bertempat tinggal di pekarangan rumah di sudut barat laut, ikut menjaga keselamatan manusia yang tetap ingat kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan. Dengan demikian kekuatan alam semesta inilah, yang dilukiskan dengan Bhatara Kala, kekuatan alam semesta yang tidak diatur akan menimbulkan bencana. Tetapi Bhatara Siwa menenangkan kekuatan tersebut dan dianugerahkan kepada manusia agar mendapat keselamatan.

Saturday 6 September 2008

Pratima

Agama Hindu di Pulau Bali banyak sekali menggunakan patung-patung perwujudan yang disebut Pratima. Pratima ini biasanya berukuran kecil terbuat dari kayu cendana atau kayu-kayu yang harum. Terkadang Pratima ini dihias dengan emas atau permata dan dikeramatkan sedemikian rupa sehingga hanya bisa dilihat pada saat upacara. Pratima ini menggunakan perwujudan Ida Bhatara dan berfungsi sebagai alat konsentrasi perasaan dan pikiran supaya lebih mantap. Ajaran Bhakti Marga yang sangat berpengaruh di Bali mengutamakan pemujaan yang berwujud pencurahan rasa bhakti yang tidak lain adalah rasa cinta kasih dan penyerahan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Getaran bhakti ini berupa obyek Pratima dan palinggihnya. Simbol ini sangat penting bagi penganut bhakti marga, meskipun secara filosofis mereka tahu bahwa Ida Sang Hyang Widhi ada di mana-mana, tidak bisa dilihat, tidak berwujud, namun untuk memantapkan pemusatan perasaan dan pikirannya, mereka membuat pelinggih-pelinggih seolah-olah di sanalah Ida Sang Hyang Widhi bertahta.

Mereka membuat Pratima seolah-olah Pratima itulah perwujudan beliau. Simbol atau perwujudan sangat penting bagi seorang yang menjalankan bhakti marga, meskipun secara fisik Pratima tidak lebih dari kayu, namun para intelektual pun memerlukan perwujudan sebagai tanda bhaktinya.

Kini umat Hindu mulai merasa tidak aman karena Pratima ini menjadi incaran maling. Pratima ini diincar karena harganya cukup mahal sebagai barang antic, dijual kepada wisatawan. Kalaupun malingnya tertangkap, paling banyak dia dikenakan hukuman 3 bulan potong masa tahanan. Namun, akibat yang ditimbulkan terhadap desa yang memiliki Pratima itu sangat besar. Desa tersebut wajib melaksanakan upacara balik sumpah yang biayanya cukup mahal.

Tuesday 2 September 2008

Umbul-umbul dan kober

Umbul- umbul adalah salah satu perlengkapan upacara yang dipergunakan di pura-pura pada waktu piodalan atau upacara lainnya. Umbul-umbul mempunyai mitologi sendiri yang mengambil cerita Arjuna Pramada, yang menceritakan Prabhu Yudistira bermaksud membuat istana yang indah maka disuruhlah adik-adiknya mencari contoh istana yang bisa ditiru. Dalam diskusi tersebut Arjuna berkata bahwa konon istana yang sangat indah yaitu istana Alengka, tempat Dewi Sita ditawan oleh Rahwana. Di istana ini konon matahari selalu bersinar lembut, angin yang datang setelah sampai di istana ini menjadi sepoi-sepoi. Akhirnya Yudistira mengutus Arjuna untuk pergi ke sana. Arjuna meminta bantuan Sri Krisna untuk mengantarkannya dalam perjalanan menuju Alengka.

Setelah sampai di tepi pantai maka dilihatlah jembatan yang dulu dibuat oleh bala tentara kera dari Sri Rama. Krisna dan Arjuna tertegun, termenung dengan pikirannya masing-masing setelah melihat jembatan itu. Sri Krisna terkenang pada penjelmaannya dahulu pada waktu beliau berinkarnasi sebagai Sri Rama. Beliau teringat serta rindu pada kesetiaan Hanuman. Kerinduan ini menyebabkan Hanuman yang sedang bertapa tertarik oleh kerinduan Sri Krisna dan serta merta datang melompat ke hadapan Sri Krisna.

Di lain pihak Arjuna berkata kepada Sri Krisna,”Kanda, saya tidak percaya pada kehebatan Hanuman, Sugriwa, Anila, dan para kera lainnya yang dikatakan begitu sakti. Namun, mengapa membuat jembatan seperti ini saja memerlukan waktu berhari-hari. Saya bisa membuatnya dalam sekejap.”

Kata-kata Arjuna ini didengar oleh Hanuman yang kemudian berkata,”Ya, Arjuna. Bala tentara Rama banyak sekali, sebab itu kami membuat jembatan yang kokoh. “

Arjuna menjawab,”Ya, saya bisa membuat jembatan yang kokoh dalam waktu sekejap. Barangsiapa bisa mematahkan jembatan ini akan saya sembah.”

”Kalau begitu cobalah!”kata Hanuman.

Arjuna mengambil panah naganya dan begitu dilontarkan jadilah sebuah jembatan yang kokoh dan sejajar dengan jembatan yang telah ada. Hanuman melompat ke atas jembatan, dan begitu menjejakkan kakinya robohlah jembatan itu. Sri Krisna melihat kejadian itu lalu mengambil panah dan melepaskannya sehingga jembatan yang roboh tadi kembali seperti semula. Hanuman mencoba lagi mematahkannya namun gagal. Sadarlah Hanuman bahwa yang dihadapinya itu adalah junjungannya, Sri Rama, yang lahir kembali menjadi Sri Krisna. Hanuman mendekati Sri Krisna hendak menyembah beliau. Sebaliknya Arjuna mendekati Hanuman untuk menyembahnya, karena Hanuman telah berhasil merobohkan jembatan yang dibuatnya. Hanuman menolaknya dan berkata bahwa manusia tidak boleh menyembah binatang, karena waktu itu Hanuman berwujud kera. Arjuna berkeras untuk mnyembah,”Saya adalah ksatria Pandawa, saya tidak boleh ingkar pada kata-kata saya’”

Perdebatan ini akhirnya ditengahi oleh Sri Krisna, beliau menasehati Arjuna agar jangan merasa diri sakti, bahwa di dunia ini tidak ada yang lebih sakti daripada Tuhan yang Maha Sakti. Namun agar hutang sembah Arjuna bisa dilunasi, maka dikutuklah jembatan yang dibuat Arjuna itu agar menjadi Umbul-umbul, dengan pesan agar manusia jangan takabur seperti Arjuna. Maka dimanapun ada parhyangan atau palinggih Dewa, di depannya dipancangkan Umbul-umbul dengan gambar naga (simbol panah naga Arjuna) dan kober atau bendera dengan lambang wanara (kera). Dengan demikian orang akan selalu ingat dengan dengan peristiwa Arjuna dan Hanuman, dan dengan menyembah di hadapan parhyangan maka Umbul-umbul dan bendera Hanuman pun ikut tersembah sebagai penebus janji bagi Arjuna.